Minggu, 07 Maret 2010

AKU JUGA BISA

Dan aku juga bisa
Duduk pongah laiknya Cleopatra,
Mengunci pintu-pintu dibilik hatiku
pada tiap-tiap Kaisar Roma yang mendobrak paksa
Meski letih tubuhku tuk terus bertumpu
pada gemetar lutut kakiku
Demi menyaksikan hujan aksioma
yang tak jua reda
Tentang naif sabdamu
yang kau bisikan lewat pekat asap perapian,
Lalu mirisnya syair lamamu
yang masih saja terperangkap cinta gila pada dua perempuan
Maka aku juga bisa,
Tegak penuh hentak dihadpmu
Untuk sekedar bilang:TIDAK

DIAM

Aku diam kerna aku tak ingin bicara
Kerna begitu nikmatnya kusantap hening
Hening yang meneduhkan segala genting
Lalu kau bilang diamku takkan bisa meyelesaikan masalah
Tapi bagiku diam menjawab dengan seribu bahasa
Pernah ku saksikan mulut-mulut simbah busa
Dengan sembur kata-kata,
yang meluapkan banyak bisa
Dan ah,
dengan banyak bicara kau terlihat merana
Dan dalam diamku biar kumaknai semesta
Biar

Yang Esa

Lelahku menapak jejak derita dilingkup fana
Menebak tipu tawa yang terukir
diraut muka-muka durjana
Menciptakan kehausan raga pada lerap dzikir
Pada yang Esa yang sempat tersingkir
Dan Tuhan,
Datang aku mngunjungiMu
Sebelum rekah surya tempat diatas ubunku
Lalu ku hampar sajadah rindu
MencumbuMu hingga hilang segala kesahku

PASRAH

Inilah sajak kematian
Sebab sepagi ini aku bahkan sebegitu merindukannya
Rindu pada derap kereta Izrail,
pada gigil nafas sang Habil
Lalu pucat Perempuan tua yang meratap gegap
saat rebah raga gadisnya
Tanpa cinta, tanpa nyawa
Sebegitu rindunya aku
Rindu pada lerap sorga,
Sebelum retas penggal nadiku
Menyaksikan riuh iringan Pengantin
Lalu senyum sumringah
yang menempel pada tmbok-tembok rumah
Dan kutemukan wajahmu disana,
Tanpa beban,
tanpa Dosa
T_T

RINDU gila

Tiba-tiba kegundahanku kian mengganas
Sebegitu bringas,
Selaiknya macan dipuncak buas
Rindu yang carut-marut sebagai topan
Sepi yang seru-berseru di tengah keramaian,
Terperangkap pada satu nama yang tak berkesudahan
Berpagi-pagi aku terjaga,
Dan berharap kan menjalani hari yg sempurna
Tapi bermalam-malam saat menjelang tidur,
Aku tau kerinduan ini belum juga luntur
T_T

MISSING CHAPTER, MISSING ME

Entah kenapa aku tidak bisa tidur malm ini. Wewh.. padahal besok pagi-pagi sekali aku harus meninggalkan Malang untuk PKLI. Atau sebegitu manjurkah dua teguk kopi sore tadi hingga mampu membiarkan mataku tetap terjaga. Ah, apa peduliku. Kali ini kumanfaatkan begadangku untuk sebuah perenungan. Bukan lagi bercumbu dengan puisi semu seperti hari-hari yang lalu. Perenungan tentang hidup, kawan. Well, just going to the topic..

Hidup itu kata banyak orang, selayaknya membuka sebuah buku dimana ada awal, juga akhir - that every single thing which has a start always has the end- dan adalah suatu kemutlakan bahwa sesuatu yang hidup itu pasti mati (baca: berakhir). Bahwa jika kisah hidup kita diibaratkan bab, maka ketika suatu bab berakhir, akan di ikuti babak baru yang lain. Dan tak ada satupun yang bisa menebak, apa bagian akhir dari tiap babnya. Kecuali penulisnya, penciptanya.

Buatku, dan mungkin buat banyak orang, tiap hari yang kan kita lalui adalah misteri, adalah rahasia. Meski kadang kita tak bisa menyangkal jika kita merasa bosan menjalani hari-hari yang selalu bergumul dengan masalah. Yang bahkan semakin kedepan, semakin sarat dengan masalah.. sarat tantangan. Bukan berarti kita bisa berhenti berusaha dan menyerah dengan keadaan. Bukan. Sebab terlalu naif untuk berbuat demikian. Tuhan ciptakan masalah bagi hambanya sesuai kemampuan kita. Kita bisa berkaca pada alam, pada bentang sahara yang tetap bercahaya saat surya membakar tiap-tiap bulirannya. Pada ranggas daun, yang meliuk pikuk dipermainkan angin lalu rebah ketanah, tanpa melenguh, tanpa mengeluh.

Bersyukur. Ya, bersyukur. Adalah satu kunci yang bisa membuat hidup kita indah, sepahit apapun itu. Ketika kita punya kesadaran untuk mensyukuri tiap detik yang diberikan Nya, tiap sengal nafas yang masih di ijinkan untuk dihirup. Pun tiap-tiap enigma yang menyiratkan kita ada. Dengan begitu, kita bisa berpikir lebih bijak. Dan bisa berdamai dengan mereka, yaitu semua masalah yang sering membuat kita nyaris putus asa.

Mungkin, ada hari dimana kita harus mencecap sulit yang membelit. Dan itulah bagian dari kisah hidup, kawan. Bagian dari bab sebuah buku kehidupan. Tapi Tuhan maha pemurah. Diberikannya kita berkah untuk tetap memiliki mental yang sehat, jiwa yang tegar. Hingga perlahan badai menggerimis reda, dan kita bisa tertawa laiknya mereka. Yakni mereka yang menganggap masalah bagian kelumrahan dari hidup.

Dan sebenarnya adalah sulit bagi kita untuk sekedar membaca. Membaca hati seseorang yang kadang berbalik dari kenyataan. Banyak orang yang terlihat memiliki segalanya dari luar, ternyata rapuh di dalam. Bahkan mungkin mereka harus berusaha lebih keras untuk terlihat sebagai manusia normal demi alasan-alasan yang mungkin tidak dimiliki orang kebanyakan yang terlahir sebagai orang biasa-biasa saja.

Terkadang, ada saat di mana kita merasa kehilangan sesuatu dalam hidup. Selaiknya sebuah bab dalam buku, ada halaman yang hilang. Dimana kita merasa asing saat tiba-tiba jalan cerita begitu berubah. Dan lalu kita berpikir untuk memiliki lembar yang harusnya terjadi sebelum lembar yang lain terbaca. Terjadi. Dan itulah yang kita namakan the Missing Chapter.

Butuh waktu dan perenungan, untuk tahu apa sebenarnya yang menjadi missing chapter dalam buku kehidupan kita. Lalu, mulailah kita mengawali pencarian. Dengan banyak praduga dan prasangka. Lalu saat sadar kesimpulan kita salah. Kita kecewa. Ah, aku sendiri sampai saat ini tidak terlalu yakin dengan apa itu ”the missing chapter?”. Hingga lelah sudah raga ini dalam pencarian tak bertuan.

Namun, akhirnya aku bisa mengerti bahwa semakin aku mencari apa yang hilang dalam hidupku -dulu- aku malah merasa bahwa aku telah membuang satu babak hidupku dimasa sekarang. Terlalu ironiskah? Artinya, sejatinya benar apa kata mereka. Bahwa kita seharusnya tidak perlu menyesali apa-apa yang tidak kita miliki, melainkan mensyukuri apa apa yang kita miliki saat ini.

Dan dengar kawan, mungkin hal-hal yang kita pikir ”the missing chapter” itu sebenarnya malah tidak pernah hilang. Ia ada pada halaman-halaman yang manis untuk dibaca di bab awal. Atau mungkin juga ada yang malah manis ketika harus dinikmati diakhir cerita. Ah, mungkinkah begitu?

Mereka bilang bahwa tiap-tiap pertanyaan pasti ada jawaban. Tapi apa salahnya jika Tuhan berkehendak lain. Bahwa tiap-tiap pertanyaan pasti akan memiliki jawaban pada waktunya. Pada saat yang tepat. Jadi ketika kita merasa lelah sebegitunya menanti jawaban dari missing chapter dalam buku kehidupan yang kita punya. Tetaplah bertahan. Bukan menyerah pada keadaan atupun lari dari kenyataan. Bukan.

Aku teringat seseorang yang pernah mengatakan, bahwa adalah mutlak atas kita kemenangan. bagi kita yang tak pernah letih meski tertatih. Pun mengeluh meski berulangkali jatuh. Selagi masih mengalir senandung dzikir dan rapalan doa. Maka adalah mutlak atas kita, sebagaimana telah di janjikan dalam firman tuhan. Dalam larik-larik kitab suci yg tak seorang pun mampu mengingkari. Ah, bukankah ada benarnya.

Yang pasti, saat ini aku berusaha meyakini satu hal dalam hidupku. Bahwa penghargaan akan hidup dan kehidupan saat sekarang adalah lebih berarti daripada hanya sekedar mengkultuskan masa lalu. Dalam artian, melangkah kedepan meski harus aku tertatih akan jauh lebih baik daripada harus ku susuri masa lalu dengan penuh peluh. Cukup jadikan ia pelajaran tanpa harus menjadikan ia degup hidup dalam jantungmu. Jangan. Itu saja.

Well, thank a bunch God. For giving me more chance to see, to feel, to touch, to hear. For every single magic in each hour of my life. For the rains, the sun, the rainbow and every drop of love created… For everything!

SAJAK MANTERA

Assalamualaikum..
Ku kirimkan salam pada Jin semesta,
Pada gelap langit keramat,
Gelak tawa perempuan durja
Dan gelegar guntur malam Jum’at
Tiga tangkai Seroja ,
Lima kelopak Kemboja,
Dicabik nestapa,
Selusin duri menancapkan sepi sempurna,
Sementara menyan-menyan mengasapi luka,
Sungguh mati kutu aku dibuatnya
Lalu PUAAH!
kurapalkan mantera Bismillah
AKU PASTI BISA!

SAJAK KARTINI

Ranggaswara, jika kau pernah membaca paragraf ini, Jika kau pernah mendengar kata emansipasi, tentu kau tau nasib seorang perempuan muda yang melabuhkan cinta pada Nusantara: Jatuh bangun mencari dimana tempat itu sebenarnya. Tempat yang ditubuhnya penuh bebatuan kisruh. Semrawut wanita dengan impian lusuh. Persis seperti gambar yang lekat dikoran-koran. Dari negeri tempat kau menanam harapan, pada abjad-abjad latin yang diejakan. Perempuan itu, kini bermuram durja. Diam, membatu meski selalu dielukan. Bertolak dengan nisan pemakaman tanah Rembang dimana dulu pernah ia tuliskan: Habis Gelap Terbitlah Terang.
.
.
.
[03.44 pm 05032010]

SAJAK HUJAN

Sudah lama aku menyulam khayalan pada tirai hujan
Menata wajahmu disana serupa gumpal awan
Serpih demi serpih,
dengan perekat kenangan ditiap sisinya
Lalu saat semuanya menjelma sempurna
ku bingkai parasmu dengan leleh renjana,
“Cinta selalu memendam misterinya pada langit, pada hujan”
ucapmu terbata-bata
Lalu pada alur sungai air mata,
Dimana setiap harapan kita karam disana
Namun aku tau,
bahwa aku ada Dinadimu seperti adamu Didarahku