Selasa, 22 Desember 2009

Kidung Pemilu 2009

Padamu tanah air
Pada gundahku tiada akhir
.
.
Saat fajar memudar,
Dentang Pemilu memanggil sayu
Dan gundahku kian meronta untuk bicara
Pada April yang menoreh tinta-tinta harapan di ujung jari tiap-tiap nyawa
Wahai!
Sembilanmu itukah yang kan mampu merajut indah tanah airku?
Memberikan bias lentera pada mereka yang tertindas lara
Merengkuh bayi-bayi yang terkapar suram ditanah temaram Ibu pertiwiku
Dan menebarkan binar logika bagi jutaan raga yang terlelap pendar mimpinya
Ah April,
Sungguh larutku larut seperti mereka pada gegap Pemilu yang menjual mimpi dari taman Surga
Dan ketika senja menyapa, soraknya pun perlahan mereda
Surut,
Menyisakan pintalan benang kusut
Lalu lusa?
Akankah masih saja laksa yang lalu?
Indonesia kita yang sarat dengan luap luka dan tangis pilu?
Duhai,
Adakah yang lebih berarti dari sekedar memilih?
Dalam bingkai Demokrasi yang mereka sebut Pemilu,
Sebab yang ada hanyalah janji yang tak kunjung pasti
Dari penguasa tiran yang meretas egonya dengan kedok palsu
RACUN,
Bagi rakyatnya yang haus MADU dari kolam susu,
Bukan yang lain!
.
.
.
.
.
(Malang 12 April 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar