Selasa, 22 Desember 2009

SELAMAT HARI IBU

Heranku meregup pikiran saat merekah mulut-mulut mereka,

lalu berkata: ”Selamat Hari Ibu”

Itu saja,

Tanpa perlu mencecap maknanya

Tanpa perlu memindai pesan dibaliknya

Tanpa perlu!

Dan mirisku meyesak kalbu,

menyaksikan wajah-wajah sumringah

Saat terekam hitungan pada kalender: ”Desember dua-dua”

Lalu apa?

Mereka bilang hari ini hari Ibu,

Saatnya mengenang genang pengorbanan tiap-tiap Bunda

Untuk semua luka, semua lara

Dan mereka bilang hari ini hari Ibu,

Waktunya berkaca pada beningnya hati seorang Bunda

Yang pantang berkeluh kesah saat susah menyapa,

melainkan dengan binar sabar, dengan derap doa

Namun jika benar ini hari, hari Ibu

Lantas kemana retas tiga ratus enam puluh empat lainnya,

K-E-M-A-N-A?

Adakah ia tercecer pada buram sketsa kehidupan

Saat menyaksikan ringkih Ibu tua

Menantang panas mentari demi sesuap nasi

Atau pada naifnya para Ibu muda

yang pd bibirnya berhias gincu

Bercumbu dengan liar malam demi sekaleng susu

Ah,

Andai sanggup ku lukis segala pengorbanan seorang Bunda

Dan sanggup ku tulis segenap tulus kasihnya

Sungguh tak mampu ku kenang ia dalam satu hari saja

Melainkan tiga ratus enam-puluh lima hari tanpa sisa

Seiring bening cintanya yang tak berjeda

Selayaknya sinar sang surya pada bentang semesta
.
.
.
.
.
[Malang, Desember dua-satu, 2009 >> Lima jam terpanjangku u/ menuliskan puisi tentang Ibu, u/ mengucapkan: SELAMAT HARI IBU>> Untuk hari ini dan seterusnya! ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar